Sunday, July 25, 2021

Membangun Tim Yang Solid

Bismillah

Dalam membangun tim ini ada 2 tahapan, yang pertama membuat ‘campaign’ di media sosial masing-masing, dengan tujuan jika ada yang tertarik untuk menyelesaikan masalah bersama bisa bergabung sebagai tim. Tahapan kedua jika telah mendapatkan orang yang berminat menyelesaikan masalah dengan kita, bagaimana kita akan mengelola timnya.

Kedua tahap ini masing-masing memiliki cerita menarik. 

Penyusunan materi campaign

Di tahap pertama saat membuat campaign, merasa menjadi “kentang” Duuh masa iyaa begini problem statement saya diposting di media sosial? Berbagai rasa berkecamuk, selain content yang saya pikirkan juga bagaimana menampilkannya. Berhari-hari galau, susah tidur, bener-bener bu Septi ngajarin untuk “jatuh cinta” pada masalah. Hihihi.. bener-bener kaya orang jatuh cinta. 


Posting Materi Campaign
Walaupun terasa sulit tetap membuat step sedikit demi sedikit, bener-bener perlahan menikmati rasa yang menyertainya. Alhamdulillah akhirnya sepekan kemudian sebelum cemilan hari Rabu saya beranikan posting. Yaitu di tanggal 21 Juli 2021 Diiringi dengan bacaan Bismilah dan shalawat sambil berharap tim yang datang adalah memang pilihan Allah yang hatinya Allah gerakkan untuk bergabung. Dan ternyata ada 6 orang yang bergabung Masya Allah, semua temanku itu hebat-hebat. 


Mereka masuk kategori

- yang punya keterampilan yang berbeda,
- yang punya antusias bahwa dirinya akan menjadi bagian dari solusi
- mereka pernah punya masalah yang sama, tapi sudah teratasi.
- non member Ibu Professional
Luar biasa, Alhamdulilah senangnyaa, rasanya hati berbinar-binar.


Berikut link posting-an saya

https://www.facebook.com/1801207806/posts/10216462843442563/?d=n


https://www.instagram.com/p/CRlfvdPDLKb/?utm_medium=copy_link


Tantangan membangun tim
Setelah menyimak camilan Ibu Septi di Rabu malam, nahhh muncul lagiii tantangannya. Tadinya senang dapet tim, setelahnya galau lagii hahaha bagaimana mengatur tim ini?

Bu Septi sudah menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang Leader. Waah berat ini menjadi Leader sebuah tim. Kembali sejuta rasa berkecamuk. Gimana gimana..kok begini kok begitu.


Apa hasil meeting pertama?
Singkat cerita kami bertemu via “zoom” ahh lega rasanya. Kami berkenalan satu sama lain dan kami menyepakati untuk membuat sebuah improvement.

  Improvementnya adalah

"Menyediakan Forum di “Club House” bagi Tim untuk Sharing Ilmu”

Improvement ini mulai di level satu dulu, semoga bisa meningkat ke level berikutnya.


Saya meminta mereka mengisi softskill dan hardskill yang dimiliki agar lebih mudah memetakan kebutuhan tim. Seperti yang saya rasakan juga, mereka pun agak kesulitan menentukan softskill dan hardskill ini, berasa ga punya softskill dan hardskill apapun. Sangat perlu ada sedikit perenungan untuk menemukannya. Mungkin kita terbiasa melihat kekurangan daripada kelebihan.


Setelah meeting ini rasanya bahagiaa lagii..

Semua tertuang pada worksheet berikut ini.






Review Problem Statement dari Suami

Oiyaa saya mendapat review problem statement dari suami. Begini review-nya

Ini problem statement-nya kok banyak banget? Yang mau diambil yang mana?

Akhirnya saya cerita maunya saya bla bla bla

Ooh seharusnya begini:

Dengan prinsip Fishbone Diagram, ambil perumpamaan mulut ikan adalah problem statement kemudian duri-durinya adalah jalan untuk mencari akar masalah. Akar masalah bisa lebih dari 2. Problem statement itu didukung oleh beberapa survey atau kenyataan di lapangan. Akhirnya tanpa mengurangi esensi dari problem statement saya sebelumnya maka terbitlah Problem Statement Rev.1 dan Analisis Akar Masalah Rev.1 seperti berikut ini:






#materi2
#membanguntimyangsolid
#ibupembaharu
#bundasalihah
#darirumahuntukdunia
#hexagoncity
#institutibuprofesional
#semestaberkaryauntukindonesia

Saturday, July 10, 2021

Review pertama jurnal teman


Bismilah

Saya berpasangan dengan mbak Oky Maharani Pamungkas (Mbak Ran). Beliau menyatakan permasalahan dengan concern di area Keluarga dan diri sendiri.

Menurut yang saya baca mbak Ran, bekerja di ranah publik tepatnya Rumah Sakit sebagai tenaga kesehatan. Mengingat kondisi pandemi saat ini, mengharuskan beliau menjaga jarak dengan anak, sementara beliau ingin sekali fokus dengan anak. Dan merasa kesulitan dalam menentukan prioritas.

Sebagai reviewer saya sampaikan sebagai berikut:

Yang sudah baik: masalah yang dialami oleh banyak orang dan ibu-ibu dalam menjalankan perannya.

Berpotensi untuk mengajak orang lain/ibu-ibu lain untuk bisa menentukan prioritas hidup. 

Untuk review jurnal kali ini yang saya soroti adalah tentang identifikasinya, bukan pada jenis masalahnya. Dan penentuan analisis akar masalah.

Beberapa catatan dalam perumusan problem statement



Pada jurnal identifikasi masalah milik mbak Ran, tertulis:
Apa masalahmu?
Menentukan prioritas
Bekerja di RS mengharuskan jaga jarak dengan anak
Bagaimana tau itu masalahmu?
Sering merasa banyak yang tidak sesuai rencana
Merasa bersalah kepada anak
Bagaimana tau bahwa masalah sudah selesai?
Puas dengan hasil yang dikerjakan (sesuai dengan keinginan)

Catatan:
1. Untuk masalahnya, yaitu “menentukan prioritas”, mungkin bisa lebih spesifik lagi agar disebutkan prioritas antara satu hal dan hal yang lain. Misalnya saja disebutkan prioritas bekerja di ranah domestik atau ranah publik.

Bagaimana mengetahui itu masalahmu?
Apakah problem statement ini selalu menghantui hampir sepanjang hidup atau baru saja muncul?Jika selalu menghantui, menandakan bahwa memang hal tersebutlah masalahnya.

Tambahkan fakta yang muncul bagaimana selain apa yang di “rasa”
Misal:
Anak jadi sering tantrum
Anak jadi sering komplain
Suami jadi tidak terlayani dengan baik
Diri sendiri tidak bahagia

Bagaimana masalah tersebut selesai?
Menurut mbak Ran masalah sudah selesai jika merasa puas dengan hasil yang dikerjakan. Hasil yang seperti apa bentuknya, berkaitan dengan masalah ini?
Mungkin bisa dengan kalimat:
Masalah ini berhasil tertangani jika saya sudah dapat menentukan satu prioritas untuk diri dan keluarga dan saya yakin dan mantap akan hal itu.

Tentang Analisis Masalah
Mengomentari tentang analis akar masalah.
Bu Septi dalam postingan diluar kuliah memberi informasi yang berhubungan dengan materi pertama di Ibu Pembaharu.
-Berpikirlah besar tapi jangan lupa untuk spesifik
-Bersikap Glokal (think globally act locally)
-Pilih masalah dan jadilah bagian dari perubahan yang tak terlupakan
-Jika kita merasa perlu untuk berubah jangan abaikan perasaan
-Pastikan masalah ini penting bagi kita berhubungan dengan kehidupan kita.

Contoh dari ibu Septi, ketika Ibu berpikir masalah tentang ibu rumah tangga, ibu berpikir global (think globally) dulu, “Kalau semua ibu di dunia ini tidak bangga menjadi ibu apa jadinya generasi di dunia? Selanjutnya memulai dari dalam rumah (act locally). 

Dengan think globally ini, bisa ditentukan “big problem

Misal big problem mbak Ran menjadi sebagai berikut:

Apa yang terjadi jika ibu di dunia ini tidak/belum menentukan prioritas dalam hidupnya?

Akar masalahnya bisa jadi

-kebanyakan ibu menginginkan aktualisasi diri di luar rumah
-kebanyakan ibu sulit untuk meninggalkan pekerjaan di luar rumah karena merupakan pekerjaan yang essensial
-kebanyakan ibu tidak menyadari apa yang menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kurangnya waktu untuk belajar


Hasil yang tampak

Misalnya:
Kurangnya Tenaga Kesehatan saat pandemi
Banyak anak yang lebih dekat dengan gadgetnya


Jadi, analisis akar masalah ini menunjukkan bahwa masalah kita sebenarnya dialami oleh banyak orang, bukan kita sendiri.

Saya lihat analisis akar masalah milik bu Septi, terlihat bahwa hampir semua ibu mengalaminya. Dan disitu disebutkan “Many housewives…”, “Every mother…”, “Women…”

Dan ibu ga pernah menyebutkan dengan kata “Saya punya masalah…..”

Apakah masalah akan benar-benar diselesaikan? Saya yakin mbak Ran berkomitmen akan menyelesaikannya.

Demikian review dari sayaa, mohon maaf jika kurang your berkenan. 




#reviewjurnal1
#umpanbalik
#identifikasimasalah
#ibupembaharu
#bundasalihah
#darirumahuntukdunia
#hexagoncity

Thursday, July 1, 2021

Identifikasi Masalah

 

Bismilah
Jurnal kali ini harus bisa menentukan
-Indikator personal
-Problem statement
-Analisis akar masalah

Flashback Perjalanan

Yang saya perlukan saat ini adalah jujur pada diri sendiri, tidak menyembunyikan masalah, tidak membuat semacam topeng baik-baik saja. Tahun 2014 saat sudah keluar kerja saya baru berusaha mengenali diri sendiri, maunya apa, pengen apa? berasa ga berguna, cuman jadi ibu rumah tangga biasa.

Setelah keluar kerja sering kesel saat ditanya “Terus kalo ga kerja ngapain aja di rumah? Kesibukannya apa?” Klo udah pertanyaan itu muncul rasanya males jawab dan kesel aja bawaannya. Biasa aja sebenernya pertanyaan itu, dasar emang sayanya yang ga santuy.

Sempat coba-coba ikut MLM ini itu, ikut seminar bisnis ini itu. Tapi setelah ikut kok biasa aja dan tetep bingung mau ngapain.

Sering baca-baca artikel tentang parenting, bagaimana mengurus anak dan keluarga. Sampai punya waktu untuk menyimak kajian-kajian para praktisi parenting. Salah satunya bu Septi dengan Ibu Profesionalnya. Menyimak ibu berasa adem karena punya masalah yang sama dengan kebanyakan ibu-ibu di dunia termasuk saya. Dan mantap bergabung dengan Ibu Profesional untuk menimba ilmu. 

Selain itu cari-cari artikel bagaimana menemukan passion yang bisa menghasilkan uang. Saat itu masih berpikir untuk bagaimana bisa menghasilkan uang walau sudah tidak bekerja lagi di kantor. Bukan kebetulan, ketemulah akun yang cablak, rupanya ngena banget di hati saya yang cablak cablak gini hahaha. Akun twitter Irma Rahayu, lama kepoin akun ini dan akhirnya ikutan kelas healing Irma Rahayu. Tahun 2015. Alhamdulillah berasa enteng ini dada yang sesek. Karena ngerasain manfaatnya, nekat ikutan program life coaching bareng Irma Rahayu yang galak ini. Panggilan spesialnya “Mamak”. Beliau berjasa di hidupku.

Dari sinilah dimulai menata hidup yang sebenernya.
Mulai dari lemari, rumah, bersih-bersih semua. Karena pengen all out aku langsung ikutan kelas konmari waktu itu, sekarang menjadi gemarrapi. 

Kemudian merasa kebutuhanku adalah bareng anak-anak dan mendampingi mereka, aku sampaikan kalau ingin Homeschooling(HS)-kan anak-anak, aku belajar banyak tentang HS dan merasa aku dan anak-anak membutuhkannya. Aku didukung dan tahun 2017 memulai HS untuk anak ketiga, kemudian disusul anak pertama dan kedua. Aku banyak belajar dan ikutan kelas Rumah Inspirasi dan mantap menjalaninya hingga sekarang.

Aku suka masak dan fotografi sebenernya, tapi entahlah belum ada yang dijalani dengan serius. Ikutan kelas juga untuk fotografinya. Masak juga begitu, senang masak dan senang koleksi resep juga hahaha. Saat pandemi begini jadi banyak kesempatan ikutan kursus online dan baking. Alhamdulillah nambah ilmu.


Suka koleksi buku juga, dan belum dibaca semuanya. Diminta bikin tulisan tentang HS, akhirnya nulis, merasa sedikit ilmu, ikutlah pelatihan menulis. Sampai punya buku antologi tapi ya gitu deh, ga terlalu bangga sama hasilnya. Hehe ntah apa yang aku cari. Sepertinya masih ada yang aku cari tapi belum ketemu.

Tentang homeschooling ini aku menjalaninya berbekal ilmu Fitrah Based Education, yang digaungkan oleh Ustadz Harry Santosa dan ilmu lainnya dari para praktisi Home Education termasuk bu Diena Syarifa dengan magang, project dan backpacker-annya.

Sampai suatu saat ikut kelas pola pertolongan Allah, untuk belajar manajemen emosi dan banyak hal lagi yang lainnya. Belajar ikhlas dan pasrah secara teori. Ikut banyak kelas seperti berusaha melengkapi sebuah puzzle dalam pengenalan diri. Banyak kemajuan juga bersama anak dan suami bersama-sama memperbaiki komunikasi.

Mengikuti kuliah di Institut juga termasuk sebuah ilmu yang aku penasaran dan jadi bekal mendidik anak. Jadi wajib banget aku ikutin walau sampe tertatih-tatih.

Karena sesuai kebutuhan, aku tertarik tentang makan sehat dan pola hidup sehat Eating Clean, ini pun aku ikuti kelasnya, bersama mbak Inge Tumiwa. Banyak sekali paradigma yang aku ubah setelah ikut kelas ini. Dan saat virtual conference kelas Bunda Produktif, aku mulai membawakan tema pola hidup Eating Clean ini. Menarik banget tapi merasa ilmu aku masih cetek banget dan prakteknya yang acakadut, aku masih menolak jika ada tawaran untuk mengisi sebuah forum. Selain itu ada juga kelas Mindful juga yang aku ikuti.

Terakhir kelas yang aku ikuti adalah Riyadhoh Ridho, riyadhoh kalo ga salah artinya bertirakat/berjuang. Di kelas ini sepertinya aku menemukan diriku, aku happy, aku ikhlas dengan semua yang ada pada diriku, aku ridho semua masa laluku, aku ridho semua yang menjadi kekuranganku. Aku tak lagi berat mikir ini itu. Ringan rasanya. Mampu melihat dengan hati yang tenang. Allah yang membimbing aku sampai pada titik ini, dan Allah meridhoi aku. Allah yang langsung membimbing. Sepertinya aku merasa telah menemukan last piece untuk puzzle aku. Makasih mbak Zahra sebagai fasilitatornya semoga barokah hidupnya.

Apa yang aku pelajari sangat banyak dan semua aku sukai. Gairah belajarnya dapet namun belum semua ilmu dipraktekkan dengan baik. Lebih banyak numpuk dan terbengkalai. Sepertinya harus lebih mindful lagi dan tidak tergesa-gesa menerapkan semua ilmu tersebut.

Dan aku harus memilih yang mana yang aku sukai untuk terlebih dahulu dijalani.

Begitulah sekelumit perjalananku dari tahun 2014 selepas keluar kerja sampai dengan sekarang.

Sengaja menuliskannya flashback perjalanannnya, agar tergambar apa sih sebenernya permasalahan yang dicari.

Resah, gelisah untuk menentukan problem statement, banyak masalah, bagaimana mengaitkan masalah pribadi dengan masalah sosial di masyarakat?
Masalah pribadi aja banyak bagaimana bisa menyentuh masalah sosial?
Apakah harus selesai dulu dengan masalah pribadi, untuk dapat merambah ke masalah sosial?
Bagaimana mungkin seseorang berkiprah di luar rumah berkelut dengan masalah sosial sementara dirinya sendiri masih bermasalah?
Apakah bisa diselesaikan bersama-sama?


Jika berangkat dari masalah diri sendiri terlebih dahulu


Bagaimana mendidik anak sesuai fitrah?
Bagaimana mengajak sinergi dengan pasangan untuk bersama mendidik anak?
Bagaimana membangun life style pola hidup sehat Eating Clean?
Bagaimana manajemen emosi yang baik?
Bagaimana membangun bisnis keluarga
Bagaimana mengajarkan kemandirian anak?
Bagaimana membangun kemandirian finansial bersama anak?
Bagaimana mempraktekkan ilmu yang telah dipelajari?
Bagaimana berbagi ilmu yang telah dipelajari?


Bismillah mulai merumuskan..

Problem statement

Apa saja masalah saya?

Semangat belajar tapi prakteknya kurang
Semangat mengumpulkan bahan tapi eksekusi masih kurang
Suka koleksi buku tapi belum habis dibaca
Suka koleksi ilmu tapi belum semua diamalkan dan dipraktekkan
Seringkali menolak jika diminta berbagi sesuatu, merasa masih belum cukup ilmu dan keterampilan komunikasi yang masih belum terlatih, seringkali kurang efektif baik kalimat ataupun waktu bicara yang diperlukan
Aku menyimpulkan bahwa aku harus berlatih tentang komunikasi efektif. Tentang apa? Tentang hal yang aku sukai, mungkin tentang Eating Clean, Parenting, Masak dan Baking. Dll
Bagaimana caranya?
Mulai membuat portofolio tentang masak sehat dan mudah, bisa dalam bentuk foto, video, posting di instagram, bisa juga tentang resep sehat.
Komunikasi Efektif bisa dilatih dalam bentuk tulisan, podcast, video atau lainnya.


Bagaimana aku tahu bahwa ini adalah masalahku?

Merasa happy jika belajar, namun merasa kurang bermanfaat dan merasa penuh sesak, banyak ilmu di kepala terbengkalai karena belum praktek. Semua kelas yang dipelajari memang ilmu yang dicari dan dibutuhkan.

Menghabiskan energi untuk memikirkannya.
Aku memikirkan bagaimana mempraktekkan ilmu ini semua dengan cara satu per satu, bagaimana cara berbagi dengan efektif.

Bagaimana aku tahu kapan telah memecahkan masalah ini?


Ketika aku bisa menjawab dengan mantap
Keahlianmu/keterampilanmu apa?
Jika mau berbagi, mau berbagi tentang apa?
Bersediakah berbagi dalam sebuah forum baik secara offline ataupun online?

Akun media sosial kembali aktif posting hal bermanfaat.
Happy dan nyaman dengan diri sendiri.


Indikator Sukses
Personal

Sepertinya akan sama dengan kapan telah memecahkan masalah


Ketika aku bisa menjawab dengan mantap
Keahlianmu/keterampilanmu apa?
Jika mau berbagi, mau berbagi tentang apa?
Bersediakah berbagi dalam sebuah forum baik secara offline ataupun online?
Akun media sosial kembali aktif posting hal bermanfaat.
Happy dan nyaman dengan diri sendiri.




Analisis Akar Masalah



Big problem
Apa yang terjadi seandainya semua perempuan di dunia ini enggan berbagi ilmu dengan berbagai alasan?
Apa yang terjadi seandainya semua perempuan di dunia ini hanya menyimpan ilmunya untuk dirinya sendiri?
Apa yang terjadi seandainya semua perempuan di dunia ini tidak memiliki keterampilan komunikasi?
Kalau semua perempuan di dunia ini tidak mengupgrade kemampuan dirinya bagaimana bisa mengikuti perkembangan zaman?
Kalau semua perempuan/istri/ibu di dunia ini merasa tidak bahagia dan tidak nyaman dengan dirinya seperti apakah keluarga yang akan terbentuk?

Visible Result

-Banyak orang menghindar untuk berbagi dengan alasan tidak percaya diri padahal dengan menyampaikan kita pun juga belajar banyak hal. Learning by sharing
-Merujuk pada Hadits “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” bisa menjadi dasar bahwa berbagi/menyampaikan kebenaran dan kebaikan itu penting dan ada tuntunannya.
-Dari artikel www.kompasiana.com Energi baik itu bernama “Berbagi Ilmu” Pepatah mengatakan “ Orang miskin adalah orang yang menghabiskan umurnya utuk mencari ilmu yang tidak ia amalkan sehingga ia kehilangan kelezatan dunia dan kebaikan akhirat” Imam Ibnul Jauzi.
Menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain dengan cara berbagi ilmu adalah salah satu bentuk energi baik yang dapat memberi pengaruh positif baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Ketika berbagi ilmu, tanpa kita sadari telah melakukan begitu banyak kebaikan, mulai dari memberantas kebodohan, memperbaiki pandangan dan cara berpikir seseorang, menguatkan komunikasi dan hubungan baik dengan sesama, menjalin tali silaturahmi, menyenangkan orang lain sampai mengasah keterampilan seseorang.

Itulah sebabnya mengapa berbagi ilmu dengan orang lain dapat menciptakan suatu kebahagiaan yang hakiki pada setiap orang.

-Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalan kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, doa anak yang salih”(HR Muslim). Dari sini makin jelaslah bahwa ilmu yang dimanfaatkan dan diajarkan pada orang lain sebaik-baiknya merupakan amalan yang bermanfaat walaupun seseorang sudah berada di alam kubur.

-Banyak artikel tentang alasan mengapa perlu berbagi kepada orang lain. Sepuluh alasan mengapa perlu berbagi kepada orang lain adalah:
1. Membuat Bahagia
2. Meningkatkan hubungan sosial
3. Membuka Banyak Peluang
4. Membangkitkan Rasa Syukur
5. Menjaga ingatan dan pemahaman terhadap ilmu tersebut
6. Belajar juga dari orang lain sehingga ilmu akan terus berkembang
7. Memunculkan berbagai ide baru
8. Mengasah skill komunikasi
9. Dengan berbagi ke beberapa orang saja, bisa jadi ada banyak orang yang juga merasakan manfaatnya
10. Memotivasi untuk terus belajar


-Banyak orang yang merasakan bahagia bukan karena tidak punya masalah tapi mampu melihat permasalahan dengan lebih mindful.
-Tak jarang pula banyak orang yang hidup karena takut pandangan orang lain yang negatif akan dirinya, sehingga membuatnya tidak tenang dan penuh tekanan.


Root Cause 1

Setiap orang seharusnya memiliki kemampuan literasi yang baik sehingga pemahaman terhadap sebuah hal bisa didapatkan secara menyeluruh. Banyak orang hanya membaca sekilas dan cepat, membuat asumsi dan kesimpulan sendiri. Sangat mungkin terjadi kesalahpahaman dalam memaknai sesuatu.

Root Cause 2

Banyak orang yang ingin berhasil tanpa usaha, padahal tidak ada keberhasilan yang dapat diraih tanpa usaha. Setiap orang bisa berhasil dan sukses dalam keterampilan lisan dan tulisan/berkomunikasi efektif/public speaking. Keberhasilan bisa diraih dengan tindakan nyata, disiplin latihan dan terjun langsung ke lapangan. Resep kesuksesan lainnya adalah riset yang kuat, latihan penampilan dan rileks. 


Root Cause 3

Banyak orang jika bertemu masalah akan menghindari masalah sehingga masalah tidak selesai dan tetap menghantui.

Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi, Psikolog, dalam artikel di klikdokter.com dengan tidak menyelesaikan masalah sudah dapat dikatakan kabur dari masalah. Orang yang lari dari masalah punya kecemasan dan perasaan tidak mampu dalam menghadapi situasi yang ada. Cara yang paling mudah adalah menghindari sumber tekanan. Keadaan mental dan tubuh manusia memang secara alamiah bereaksi untuk menghindari masalah (run) namun ada juga yang menyelesaikan/menghadapinya dengan berani (fight). Avoidance/ menghindari masalah tidak baik jika dilakukan terus-menerus. Sumber masalah akan tetap ada. Orang tersebut biasanya akan terus mencari cara atau alasan supaya tetap menghindari tekanan. Avoidance dapat menambah tingkat stressnya sendiri dan efek yang mungkin timbul akibat masalah juga semakin besar.

Yang seharusnya dilakukan, boleh mundur sejenak untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dan mencari tahu hal yang mesti dilakuakn agar langkah yang diambil tepat. Tak masalah jika membutuhkan waktu untuk berpikir atau mencari solusi. Segera perbaiki diri agar masalah tidak makin menumpuk dan mengganggu ketenangan hidup.


Sebenarnya masalah sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, mengapa tidak menjadikan masalah sebagai sarana untuk benar-benar merasakan arti kehidupan?

#materi1
#ibupembaharu
#bundasalihah
#darirumahuntukdunia
#hexagoncity
#institutibuprofesional

#semestaberkaryauntukindonesia


Mastermind dan False Celebration

  Anggota Tim yang memberikan sarannya:  #ibupembaharu #bundasalihah #darirumahuntukdunia #hexagoncity #institutibuprofesional #semestaberka...