Thursday, February 2, 2017

Bagaimana seharusnya?

Di sebuah keluarga di dunia nyata diceritakan seorang istri dan suami yang sudah memiliki anak, akan bersiap menuju rutinitas masing-masing.

Pagi-pagi tidak diwarnai dengan keceriaan, sang istri sibuk menyiapkan sarapan di dapur sembari mencuci pakaian, dengan mesin cuci yang kadang-kadang macet mungkin karena overload, membereskan pakaian kering dan menyusunnya di meja setrika kemudian bangunkan anak untuk sholat shubuh, dan melakukan kegiatan rutinnya memberi makan kucing serta bersiap untuk sekolah.


Sementara sang suami bangun sesukanya, sholat shubuh dan menyambung kerjaan kantor yang ga ada habisnya.

Karena sang istri belum sempat menyampaikan uneg-unegnya yang disimpannya sejak seminggu lalu (duuuh lamanyaa) disebabkan timing yang tidak tepat (sama-sama capek), sang istri menjadi uring-uringan, intonasi suara sudah tidak teratur, marah dengan sebab kecil saja.
Apalagi anak-anak kadang mogok di saat-saat harus berangkat sekolah, yang mogok makan, mogok mandi, bahkan mogok sekolah. Lengkaplah sudah.

Jadilah sang suami menyuruh sang istri diam, dan jangan marah-marah. Sang istri merasa di bentak dan akhirnya nangis. Kemudian kejadian tidak enak ini berlanjut terus hingga sepanjang hari.

Segala keruwetan ini disebabkan komunikasi yang tidak produktif.

Pernah mengalami hal semacam ini?

Bagaimana seharusnya?
Ayo belajar bagaimana komunikasi yang produktif, belajar bagaimana merilis emosi, tapi tak cukup hanya belajar, keinginan untuk berubah ke arah yang baik dan rajin berlatih, itu yang lebih penting.

No comments:

Post a Comment

Mastermind dan False Celebration

  Anggota Tim yang memberikan sarannya:  #ibupembaharu #bundasalihah #darirumahuntukdunia #hexagoncity #institutibuprofesional #semestaberka...